Kamis, 23 Mei 2013

Sadar, Bangkit dan Kembali

Sebagai seorang psikolog, dalam praktek saya menerima berbagai macam klien dengan permasalahan-permasalahannya. Beberapa kali saya menemukan bahwa klien menyesali perbuatannya di masa lalu atau sesuatu yang menimpanya di waktu lalu dan merasa bahwa hal tersebut yang menjadikan kondisinya buruk seperti sekarang. Yang lebih ekstremnya lagi, setelah menyalahkan masa lalu, hal ini dimanfaatkan sebagai alasan untuk berbuat hal-hal yang negatif dan buruk. 

"saya jadi seperti ini (kurang ajar pada orangtua) karena orangtua saya dulu tidak peduli sama saya"
"saya seperti ini karena dulu saya mengalami penyiksaan"
"saya seperti ini untuk membalas dendam masa lalu"

Merupakan hak setiap orang mempunyai suatu pemikiran dan bersikap. Sebagai psikolog, kami memberikan saran, tetapi yang membuat keputusan untuk berubah adalah klien sendiri, apakah ia mau memutuskan untuk berubah atau tetap berkubang mempertahankan sikapnya yang buruk.

Bila saat ini ada diantara saudara dan saudari pembaca yang hidupnya sedang terpuruk karena dosa-dosa atau masa lalu yang buruk, ada sebuah bagian Alkitab yang bisa menjadi petunjuk atau hikmat bagi saudara dan saudari.

Lukas 15 : 17-20
Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.

Bagian lengkap dari bacaan di atas adalah mengenai perumpamaan anak yang hilang. Disana diceritakan bagaimana seorang anak bungsu meminta warisan sebelum ayahnya meninggal lau menghabiskan warisan itu dengan berfoya-foya. Akibatnya ia jatuh miskin dan harus bekerja di peternakan babi. Kondisinya menjadi sangat buruk.

Kita pun bisa terpuruk karena kesalahan yang kita lakukan. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah, seperti yang dilakukan oleh si anak bungsu yaitu "menyadari keadaan". Ia sadar bahwa keadannya parah, sampai menginginkan untuk makan makanan babi. Kita pun perlu untuk sadar bila keadaan kita mungkin parah atau ada dosa-dosa yang masih menghantui.

Yang kedua adalah, membuat rencana . Si bungsu kemudian membuat rencana untuk kembali kepada Bapa nya dan memohon ampun. Seringkali langkah satu dan dua, sadar dan membuat rencana, hanya sebatas itu saja dan ini yang membuat kita tidak keluar dari keterpurukan dan rasa bersalah.

Yang ketika dan terpenting adalah "tindakan". Disebutkan "maka bangkitlah ia dan pergi", hal ini adalah sebuah aksi. Ia tidak hanya duduk termenung memikirkan kesalahan yang ia buat, ia juga tidak hanya duduk sambil terus memikirkan gagasan tanpa bertindak. Tetapi ia bangkit dan pergi. Ia pulang ke rumah Bapa dan meminta ampun.





Hasil dari tindakannya adalah sesuatu yang sangat indah. Dimana Bapa nya tetap menerima dia sebagai anak. Mungkin si bungsu sudah mengotori dirinya dengan dosa, tetapi Bapa tetap menerima dia sebagaimana sebelum ia pergi yaitu statusnya tetap anak.


Saat kita sadar akan kesalahan dan dosa kita, kemudian mau bangkit dan kembali meminta ampun, Bapa kita yang di surga tetap akan menerima kita sebagai anak Nya.

Tuhan memberkati! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar