Sabtu, 20 Juli 2013

Busway inikah Zona Kenyamanan bagi kita?

 Ada cerita yang tidak terlupakan bagiku setelah membaca renungan harian kemarin, kisah tersebut cukup mengingat momen terbaik saya saat masih sekolah SMA dulu, SMAK 2 Penabur. Sejak itu, saya belum pernah merasakan bahwa saya pertama kali naik Busway sendiri hanya untuk pulang sekolah saja. Kejadian itu tidak membuat saya sedikit takut sama sekali, karena sudah diajarkan oleh ibuku mengenai rute ke manapun, terutama dari halte Juanda hingga ke ASMI. Lalu beberapa hari kemudian, biasanya pernah pulang dari sekolahku, naik busway bersama 2 orang temanku yang gonta- ganti, yang kalau turun hanya di halte berbeda, namun tetap lurus 1 satu jalan sama seperti saya. Saya akhir- akhir ini kalau pulang dari sekolah, pulang sendirian, tidak ada yang menemaniku seperti biasanya karena mereka ada kepentingan sendiri, maka saya terpaksa melakukan hal itu sendiri. Namun tidak apa- apa, lama – kelamaan saya akan jadi terbiasa sendirian naik busway.



Ceritanya, sejak bulan Januari sejak saya masih SMA, saat itu sudah lama sekali saya menaiki Busway dari halte Juanda yang sebelumnya kadang ramai kadang sepi, saya selalu banyak berdoa sebelum hendak naik ke situ. Sejak itu, karena jam pelajaran di sekolah hanya bisa sampai sore, kebetulan saya tidak ada jemputan seperti yang tahun kemarin itu, ketika   saya sudah membeli tiket masuk busway dan menunggu di haltenya. Dari semulanya, saya tidak pernah merasa khawatir atau was- was pada diriku setelah banyak berdoa yang selalu kuberkata, Dalam Nama Yesus, selamatkanlah aku. kata- kataku terucapkan lewat mulut hingga ke hatiku sambil memegang BB. Sedangkan orang- orang di sekitar saya tidak memperhatikan apa yang sedang saya lakukan, hanya bisa menoleh ke samping, mengharapkan busway yang warna BIRU datang namun tidak datang- datang dari jam 3 sore yang saya lirik ke arah jam sebelumnya dan sekarang sudah menunjukkan jam 3.45 atau hampir menunjukkan jam 4, saya jadi semakin khawatir. Setiap detik pun saya perhatikan di jam tangan mungilku itu seolah- olah menoleh ke samping, ‘Ke mana ya busway itu? Kenapa belum datang- datang dari tadi....’  

Saya hampir berubah jadi kesal sedikit, orang- orang sekitar saya juga sambil mengipas- ngipas badannya karena kepanasan dan di halte ini sudah mulai penuh sesak oleh orang- orang termasuk karyawan dan teman- teman sekolah lain yang hendak pulang. Tak lama kemudian busway BIRU-nya datang tepat sekali pada pukul 4 sore. Akhirnya saya masuk ke dalam setelah berdesak- desakan dengan orang- orang hingga penuh di dalam busway ini. Karena tidak mendapat tempat duduk, saya terpaksa berdiri di dekat pintu masuk sambil bergantungan tangan di atas gantungan bus. ‘Cukup panas namun sangat bersyukur sekali, akhirnya bisa masuk bus ini setelah 1 jam menunggu. ‘ saya mulai melepas lega, kelelahan sedikit.  Perjalanan yang cukup panjang di busway, saya tetap berdiri hingga ke halte ASMI. Suatu saat ada orang yang hendak berdiri dan mau bersiap turun ke halte berikutnya, saya berharap bisa duduk di bangku itu. Ketika orang tersebut turun berbarengan dengan orang yang lainnya, masuklah seorang nenek tua dengan barangnya yang cukup berat sambil membawakan anak kecil yang usianya baru 4-5 tahun, saya sudah hampir duduk sebentar, mulai terkejut melihat kedatangan mereka. Nak, bisa ga tenang dulu sedikit, nenek sudah lelah dengan barang- barangnya?’ Rupanya anak kecil itu setengah merengek, minta digendong oleh neneknya namun karena sudah tua jadi tidak mampu mengendongnya dan ingin duduk di bangku. Tiba- tiba ada karyawati yang habis pulang kerja dari kantornya, sengaja merebut tempat duduk yang mau diduduki neneknya, saya jadi merasa kesal saat melihat tingkah orang tersebut dan saya tidak pernah menyangka bahwa saya sudah cukup lelah dengan berdirinya. Nenek tua itu kaget dan anak kecil mulai menangis dengan kerasnya, orang- orang di busway menoleh dengan kagetnya, ‘Ada apa ini? Menangis tiba- tiba begitu saja. ‘ 

Karena mengingat injil Ibrani 10:24 yang harus saya lakukan adalah menolong orang kesusahan. Setelah busway itu mulai jalan dari halte yang baru dinaiki orang- orang itu, lalu saya memutuskan berdiri lagi untuk kedua kalinya demi nenek tua beserta anak kecil itu. ‘Nek, silakan duduk di bangku ini. ‘ (sambil tersenyum mengantarkan nenek itu duduk di bangku yang saya duduki sebelumnya) Dan nenek tersebut akhirnya bisa duduk tenang bersama anaknya yang dipangku di atas pahanya. Mengoceh saja tidak karena nenek tua itu, saya hanya merasa kasihan melihatnya dan hatiku sangat sedih sekaligus ingin marah ketika mendengar kejadian orang yang tadi. Sudah memakan waktu hampir 3 jam hingga menjelang malam akibat jalan yang macet itu, saya tetap berdiri di dekat nenek tersebut walaupun masih berdesak- desakan dengan orang sekitarnya.

Guys, cerita yang tadi itu bagaimana? Sangat mengesankan bukan? Ternyata segala hal yang menyenangkan hingga menjengkelkan hanyalah tergantung bagaimana pola pikir kita di dalam menerima dan memandangnya. Setiap hal di dalam kehidupan bisa saja sangat menyiksa, bila kita menanggapinya demikian. Ingat saja, apapun kejadian yang tidak terlupakan terutama untuk kenyamanan di busway yang sering saya rasakan. Saya sangat bersyukur sekali, masih bisa menolong orang kesusahan dengan mengorbankan diri (berdiri 2 kali dalam hampir 3 jam) itu. Memilih semua yang ada merupakan pilihan yang terbaik saya di hadapan Tuhan. Belajar untuk peduli terhadap sesama. Tidak ada yang dapat dipaksakan untuk itu. Pada saat kita melepaskan hak dengan perasaan ikhlas memilih untuk berkorban, di situlah ada KEBAHAGIAAN akan muncul. Itulah yang dilakukan Yesus yang patut kita TELADANI, memilih untuk berkorban demi kebahagiaan kita saat ini dan kelak di Sorga.
Mari belajarlah melakukan hal yang BAIK dan melepaskan EGO walau tidak diketahui orang lain!

TUHAN MEMBERKATI KALIAN SEMUA J

“Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.” (Ibrani 10:24)

Dibuat oleh: Evant Christina (GKI Kayu Putih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar