Selasa, 22 Oktober 2013

Kejujuran di Ayutthaya


Ayutthaya merupakan kota bersejarah di Thailand. Pada jaman dahulu kota ini merupakan ibukota dari kerajaan bangsa Thai. Berkunjung ke kota ini merupakan pengalaman yang menyenangkan. Berbagai reruntuhan sejarah bisa dilihat dengan mudah dengan harga yang terjangkau. Hampir seluruh lokasi wisata bisa dijangkau dengan bersepeda .

Bersepeda merupakan pilihan yang menyenangkan bagi saya, karena harganya terjangkau dan memberikan kebebasan untuk bereksplorasi, dibandingkan menyewa tuk-tuk (sejenis angkot di Thailand), karena kalau menyewa tuk-tuk, sopir akan banyak mengarahkan kita ke tempat-tempat yang mungkin tidak terlalu kita sukai seperti ke toko atau pabrik cinderamata.

Suatu pengalaman yang langka saya alami ketika berkunjung ke salah satu kuil bersejarah. Seperti biasa sepeda saya parkir di depan kuil. Tentunya warga setempat mengetahui dengan jelas bahwa saya adalah orang asing, karena di sepeda saya terdapat tanda bahwa sepeda tersebut adalah milik penginapan. Setelah berkeliling kuil saya berniat membeli suvenir di sebuah kedai kecil yang dijaga oleh seorang ibu tua.

Ternyata ibu tersebut tidak bisa berbahasa Inggris, dan saya tidak bisa berbahasa Thailand. Tawar menawar akhirnya menggunakan bahasa isyarat. Ketika tercapai kesepakatan, saya memberinya sejumlah uang, lalu saya mengambil beberapa barang. Saat itu saya tidak tahu kalau terdapat kelebihan dari uang yang saya berikan. Si ibu memasukkan ke dalam plastik barang-barang yang sudah saya ambil.

Ketika saya mau meninggalkan kedai tersebut, si ibu menepuk tangan saya dan mengisyaratkan agar saya mengambil beberapa barang lagi. Saya agak terkejut. Ia kemudian menunjukkan uang yang saya berikan, lalu ia mengisyaratkan lagi untuk mengambil beberapa barang. Saya baru menyadari bahwa saya salah melakukan perhitungan. Lalu segera saya mengambil beberapa barang lagi.

Mudah bagi si ibu untuk menipu saya, karena memang saya yang membuat kesalahan. Tetapi ternyata ia memilih untuk bersikap jujur. Ia tidak mengambil apa yang bukan menjadi miliknya. Suatu hal langka di jaman modern ini. Suatu pelajaran yang berharga pula bagi saya, bahwa uang tidak melulu menjadi tujuan utama dari hidup. Si ibu mungkin merasa tidak damai sejahtera bila ia mengambil uang lebih itu.

Semoga cerita singkat ini bisa menjadi berkat
GBU!

Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya
Mazmur 50:23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar