Ketika hidup sedang berada dalam kondisi yang baik, mudah bagi kita untuk berkata "Puji Tuhan", "Haleluya". Kasih Tuhan benar-benar dapat dirasakan setiap harinya. Segalanya berjalan dengan lancar dan teratur, tidak ada masalah sama sekali. Saat itu kita mampu bersyukur dengan kondisi di sekeliling kita. Terlebih lagi di saat yang demikian mudah bagi kita untuk memotivasi orang lain yang sedang mengalami masalah. Kita menyarankan mereka untuk berdoa dan mendalami Firman Tuhan.
Kehidupan sayangnya tidak berhenti pada level-level terbaik yang pernah ada. Segala kenangan indah sifatnya hanya sementara. Waktu yang bergerak membuat kita tidak bisa menghindari musibah maupun hal buruk lainnya. Meskipun sudah berusaha menjadi versi terbaik dari diri kita (ditambah dengan melakukan pelayanan), hal-hal menyedihkan bisa tetap terjadi. Keretakan dalam keluarga, masalah dalam pekerjaan, sakit penyakit, kecelakaan, dan lain-lain.
Kita pun bertanya-tanya, di dalam doa saya tidak pernah meminta untuk mengalami musibah, saya tidak minta adanya sakit penyakit, saya tidak minta datangnya masalah dengan orang lain. Dengan kemanusiaan kita lalu mencari "keadilan" dari Tuhan. Terlebih kalau memang bukan kita sebagai sumber masalahnya. Kita akan mempertanyakan mengapa hal yang buruk bisa menimpa kita.
Tuhan yang menciptakan dan menaruh emosi dalam diri kita. Ketika kita marah dan protes kepada Nya, itupun merupakan hal yang wajar. Saat kita marah kepada Tuhan, ini menandakan bahwa kita masih memandang Nya sebagai pemegang nafas hidup kita. Kita masih mengharapkan telinga Nya mendengar isi hati kita, meskipun kita menyampaikannya dalam tangis dan amarah. Akan tetapi lagi-lagi Ia seakan tidak hadir dalam masalah yang menimpa kita.
Tidak ada mukjizat dan keajaiban seperti yang pernah kita dengar di dalam kesaksian. Tidak ada jalan keluar yang terlihat dengan jelas. Apa yang terjadi di Alkitab seolah-olah hanya tertulis di lembaran kertas dan tidak pernah menjangkau hidup kita. Ini bukan pesimistis, ini adalah realita yang saya yakin dialami oleh sebagian orang. Meskipun bagi sebagian orang lainnya hal seperti ini dirasa tidak akan menimpa mereka.
Dalam usaha mencari Tuhan, saya tidak menemukan Nya di dalam Alkitab. Saya juga tidak menemukan Nya di tempat ibadah. Di situs-situs Kristen yang ada di internet pun saya tidak menjumpai Nya. Kotbah dan Firman yang disampaikan serasa kosong dan tidak berbunyi. Berdoa pun rasanya percuma karena Ia tidak ada disana. Saya pun berhenti mencari Nya.
Saya meneruskan kepahitan yang ada di dalam hidup karena saya masih memiliki tanggungjawab yang harus saya lakukan di dunia ini. Saya tetap melakukan pekerjaan dan pelayanan seperti yang saya jalani selama ini.
Di dalam salah satu aktifitas yang saya lakukan, saya mengajar seorang anak perempuan yang tidak punya identitas (orangtuanya menjadi imigran gelap di Malaysia dan ditangkap polisi disana, namun anak ini dipulangkan ke Indonesia, karena tidak mempunyai keluarga, ia terpaksa tinggal di panti sosial). Anak perempuan ini tidak punya motivasi belajar sama sekali. Usianya sudah belasan tahun tetapi matematika pun tidak bisa.
Selama tiga bulan saya hanya mengajarkan penjumlahan dan pengurangan dan ia ogah-ogahan mengerjakannya. Suatu hari saya memberikan PR kepadanya, berupa dua puluh soal pengurangan. Setelah hari itu, saya dipindah tugas ke panti lain dan tidak pernah menjumpainya. Saya juga tidak pernah memikirkannya karena kesibukan saya mengajar anak-anak lainnya.
Kira-kira tiga minggu setelah saya dipindah, saya ditugaskan untuk mengajar di panti dimana anak perempuan itu berada. Ketika saya datang, ia kelihatan bersemangat, lalu ia memberikan saya selembar kertas.
"Nih" ,katanya sambil menyodorkan kertas yang sudah kumal.
"Apaan ini?"
"Lihat aja"
Saya sangat terkejut ketika membuka kertas tersebut. Saya mendapati ia mengerjakan seluruh soal yang saya berikan dengan jawaban yang benar. Saya tidak pernah berpikir bahwa ia akan mengerjakan PR nya. Ternyata selama ini ia belajar pengurangan dari temannya di panti dan menunggu saya datang untuk memberikan PR nya dengan perasaan bangga.
Karena masih tidak percaya, lalu saya membuat beberapa soal pengurangan dan saya katakan kepadanya untuk membuatnya di depan saya (sebagai bukti bahwa PR nya tidak dikerjakan oleh orang lain). Dia melakukan apa yang saya minta dan menjawab seluruh soal dengan tepat.
Saya merasa sangat terharu dengan kejadian tersebut. Ketika itu saya berjumpa dengan Tuhan, yang sudah lama tidak saya cari.
Saya menemukan Nya dalam diri anak yang statusnya kurang baik. Saya menemukan Tuhan saat saya diberi kesempatan untuk memberi makna pada hidup orang lain.
Ia ada di dalam diri kita dan tidak pernah meninggalkan kita. Mungkin bila Anda sudah berada dalam kondisi mentok dan menderita. Itu berarti sudah saatnya untuk meninggalkan ratapan dan meminta-minta. Sebaliknya inilah saatnya untuk menampilkan wajah Tuhan kepada orang yang membutuhkan, dengan berperan sebagai pemberi makna bagi orang lain.
Melalui hidup dengan memberikan terang bagi orang lain akan lebih baik daripada kita mencari terang bagi diri kita sendiri.
Semoga Tuhan memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar