Jumat, 21 Juli 2017
Selamat Tinggal Chester
Kematian Chester Bennington cukup membuat saya terguncang. Saya pernah (dan masih) gemar mendengarkan lagu-lagu Linkin Park. Suara vokal unik dari Chester Bennington membuatnya benar-benar stand out. Chester tampak selalu bernyanyi dengan sepenuh hati. Jeritan dan teriakan khasnya selalu menghiasi penampilan Linkin Park.
Lirik-lirik lagu Linkin Park yang berbicara seputar gejolak emosi benar-benar menemani masa-masa sulit di dalam hidup saya. Mereka mampu menyuarakan pergumulan-pergumulan yang mungkin bagi saya atau bagi orang-orang lainnya ditutup rapat, karena takut "dosa" . Takut "dosa" kalau kecewa sama Tuhan, takut "dosa" kalau marah sama Tuhan.
Apakah Tuhan terlalu tinggi untuk diraih? Apakah Ia memang begitu menakutkan?
Sampai-sampai kita harus bersembunyi dalam kemunafikan.
Chester Bennington mungkin tidak mempunyai sikap hidup yang baik seperti yang kita standarkan atau kita tentukan. Ia bukan orang yang "pelayanan" atau biasa kita sebut "memuliakan Tuhan". Bahkan ia meninggalkan dunia ini dengan cara yang menurut kita kurang baik. Akan tetapi suara vokalnya mampu mewakili perasaan mereka-mereka yang terkurung dalam himpitan kehidupan.
Bila ia yang kita anggap "duniawi" berani menyampaikan ketidakpuasannya, mengapa kita tidak?
Mengapa tidak mulai bersikap jujur di hadapan Tuhan? Mengungkapkan segala kekecewaan dan ketidakpuasan kita?
Buktikan bahwa kita sebagai orang percaya, tidak hanya percaya bahwa Ia mengasihi kita ketika kita bersikap baik. Ia juga tetap mengasihi kita meskipun kita menyuarakan kekecewaan kita. Ia tidak pernah meminta kita bersembunyi di balik puji-pujian. Saat murid-murid panik.....frustasi dan mungkin kecewa.
Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" (Markus 4:38)
Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali (Markus 4:39)
Bila dibaca dengan teliti, Yesus tidak memarahi murid-murid yang mengungkapkan kekecewaan mereka. Ia berdiri lalu menghardik angin ribut. Bukan murid-muridNya yang Ia bentak.
Kita pun berharap agar Ia pada waktu yang tepat akan "bangun" dan menghardik pergumulan kita. Sehingga hati kita pun menjadi tenang.
Tuhan memberkati.
I dedicated this writing to Chester Bennington, my Hero, my Saint.
Thank you for being one of the best part in my life.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar