Rabu, 05 Juli 2017

Yesus dan Panggung yang Gagal




Pada awal kisah Yesus berjumpa murid-muridNya, ada bagian dimana Yesus mengajar di atas perahu. Popularitas Yesus yang saat itu sedang meningkat membuat orang-orang berdesakan dan menimbulkan kesulitan bagiNya untuk mengajar. Mungkin saat itu para pendengarNya berusaha agar bisa mendapat posisi sedekat mungkin dengan Yesus sehingga mereka saling dorong untuk bisa mendapatkan posisi yang terbaik.

Yesus tampak harus memikirkan cara yang tepat agar bisa mengajar dengan suasana yang tertib. Ini juga tentunya mengingatkan kita pada kejadian lain dimana Yesus meminta orang-orang duduk berkelompok sebelum membagi-bagikan roti yang telah Ia lipatgandakan. Ia ingin pelayanan yang Ia lakukan berjalan dengan baik. Yesus tidak ingin orang menjadi celaka (terinjak-injak, tergencet, terjatuh, dan lain-lain) saat mendengarkan FirmanNya 

Yesus memikirkan jemaat yang Ia layani. Bagaimana caranya agar semua orang bisa terlayani dengan baik, dengan teratur, tanpa ada yang celaka?

Ia berusaha mendapatkan win-win solution atau solusi yang baik untuk semuanya. Ia tidak menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan Firman, tetapi ia berpikir untuk tetap menyampaikan Firman bagaimanapun caranya.

Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu.
Lukas 5 : 2-3

Pada bagian berikutnya, Yesus melihat dua perahu yang ada di pantai lalu menaiki salah satunya, yaitu perahu Simon. Perahu yang sebelumnya digunakan oleh Simon untuk mencari ikan. Sebuah perahu nelayan. Inilah yang dijadikan “panggung” oleh Yesus.

Ini bagian yang menarik untuk dicermati.

Yesus melayani dengan fasilitas yang apa adanya. Apa yang disediakan bagiNya ya Dia gunakan itu. Meski sebenarnya bisa saja Yesus melakukan pengajaran dengan lebih spektakuler, misalnya terbang di atas awan dan berkotbah. Atau berdiri di atas air pun akan terlihat keren. Yesus pun bisa meminta malaikat-malaikat mengangkatNya di atas kerumunan, untuk menunjukkan kemuliaanNya dalam pelayanan.

Yesus bisa memilih “panggung” yang spektakuler, tetapi yang Ia pilih adalah perahu nelayan.

Dan sebagai catatan, bukan perahu nelayan yang berhasil, tetapi perahu nelayan yang gagal. Bila Anda baca dengan lebih teliti, dikatakan bahwa sebelum Petrus dan teman-temannya kembali ke daratan, mereka telah berusaha mencari ikan tetapi tidak mendapatkan hasil yang bagus.

Pilihan yang dibuat Yesus terasa cukup aneh.

Panggung adalah tempat untuk berkarya, untuk dilihat, untuk menjadi sorotan. Yesus memilih panggung yang sederhana, perahu milik nelayan yang gagal memperoleh ikan.

Di masa kini, ada istilah yang umum bahwa yang dipakai Tuhan adalah yang berhasil. Atau yang layak untuk Tuhan adalah yang terbaik. Padahal kenyataannya bukankah jumlah orang yang gagal lebih banyak daripada yang sukses ? Bukankah yang rusak atau berdosa lebih banyak daripada yang “kelihatan baik”?

Sebelum kenaikanNya, Yesus mengutus semua muridNya untuk memuridkan. Mereka akan menjadi “panggung” dimana orang bisa melihat Yesus dan ajaranNya.

Yesus tidak mengatakan “Petrus, kamu sudah menyangkal, maka kamu tidak bisa memberitakan Injil” atau kepada Thomas “Kamu pernah menyangsikan Aku, kamu tidak boleh melakukan pekerjaanKu”.

Kalau mau lebih kritis bukankah ke sebelas murid bisa dianggap “gagal” karena tidak ada satupun yang berani menyertai Yesus di jalan salib?

Sama seperti kita semua pernah “gagal” dan berdosa dalam mengikuti Yesus. Kita pernah tidak percaya, kita pernah ragu, bahkan lebih parahnya kita pernah dengan sengaja berbuat dosa.Bila diukur melalui standar keberhasilan, kita pada dasarnya tidak layak melakukan pelayanan yang dipercayakanNya.

Akan tetapi di tengah keburukan kita, Ia tetap memilih kita sebagai “panggung” untuk menghadirkan cinta kasih dan ajaranNya. Ia tetap bersedia berdiri di dalam hati kita, untuk menyertai kita di dalam pelayanan dan keseharian yang kita lakukan. Ia tidak hanya berdiri bersama orang-orang yang berhasil, Ia berdiri juga bersama orang-orang yang gagal dan terus membuka kesempatan bagi kita untuk menghadirkan wajahNya.

Yesus mengajar di atas sebuah perahu.

Petrus dengan keluguannya meminjamkan perahunya untuk digunakan oleh Yesus.

Apakah kita mau memberikan hati kita dan hidup kita bagi Nya?
Yesus ingin pelayanan yang berjalan baik yang terlihat dari hidup kita masing-masing. Tanpa memusingkan apakah perahu itu bagus atau jelek.

Bisa jadi seperti perahu yang dipinjamkan Petrus, kita bukan orang yang berhasil dalam studi, pekerjaan atau hal lain dalam kehidupan kita. Tetapi kalau Yesus mau memilih kita, apakah kita mau memberikan hidup kita untuk pelayananNya? Kalau Yesus ingin berdiri dan dikenal melalui keseharian kita apakah kita mau mengijinkanNya?

Ketika Yesus ada di atas perahu, orang-orang tidak fokus pada perahu nelayan. Mereka fokus dan melihat Yesus yang ada di atasnya. Saat kita mengijinkan dan menerima Yesus berkarya dalam hidup kita, kita pun akan mengalami perubahan yang lebih baik. Orang lain di sekitar kita dapat melihat kemuliaan Tuhan dalam keseharian yang kita lakukan. Ini adalah suatu hal yang indah, yang hanya bisa terjadi bila kita membuka hati kita untuk Yesus. Bila kita mau percaya bahwa Ia bisa memakai hidup kita.

Yesus mengajar di atas perahu, berarti Ia menguasai perahu itu sepenuhNya.

Tetapi, sebenarnya Ia tidak seorang diri di atas perahu. Simon tetap ada bersama dengaNya. Kalimat Simon diminta menolakkan perahu agak menjauh dari pinggir danau, diterjemahkan dengan artian Simon diminta mendayung perahu tersebut agar menjauh. Dan bisa diperkirakan Simon juga yang akan mendayung perahu itu untuk mengembalikan Yesus ke daratan.

Simon Petrus taat menyediakan perahunya dan mengikuti Yesus. Meskipun sebenarnya Simon yang memegang dayung untuk mengendalikan perahu.

Yesus memberikan kehendak bebas bagi kita seperti Ia mempercayakan perahu untuk didayung oleh Simon. Apakah kita mau menaruh kehendak bebas kita di bawah kehendak Tuhan?

Sulit untuk mempersilahkan Yesus berkarya dalam hidup kita, bila kita sebagai pengendali perahu mendayung kesana kemari secara kacau dan tidak mengikuti perintahNya.

Bila memang kita sudah bersedia untuk menyerahkan hidup kita untuk Yesus berkarya, kita juga mau rendah hati menggerakkan atau mendayung hidup kita sesuai dengan kehendakNya.

Dengan kerendahan hati, hidup kita yang tidak sempurna akan Ia gunakan untuk menampakkan diriNya kepada orang-orang lain yang membutuhkan. Kepada mereka yang tidak mengenalNya, kepada mereka yang dalam kesulitan dan terutama kepada kita sendiri yang telah dipilihNya. Karena pada akhirnya, Simon 

Petrus tidak hanya meminjamkan perahunya, tetapi ia memberikan dirinya untuk dipakai dalam karya Tuhan.

Bila saat ini dalam hidup Anda ada keinginan dan kerinduan untuk membuka diri untuk melayaniNya dalam pelayanan di gereja maupun dalam kehidupan sehari-hari, percayakanlah diri Anda kepada Yesus.
Mungkin Anda ragu-ragu, apakah bisa berubah atau tidak? Apakah bisa bertobat atau tidak? Apakah layak atau tidak?

Percayalah Yesus mau mengampuni dan tidak memusingkan mengenai siapa Anda. Ia tidak memperhitungkan perahu yang jelek atau yang bagus. Yang Ia lihat adalah keinginan dan kerendahan hati kita untuk mau dipakai olehNya.

Kiranya Tuhan Yesus memberkati dan memberi hikmat kepada para pembaca sekalian.

*Bila ada Anda membutuhkan tempat untuk sharing dan dukungan doa, kami bersedia mendengarkan pergumulan Anda dan mendukung dalam doa. Klik disini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar