Pada awal kisah Yesus berjumpa
murid-muridNya, ada bagian dimana Yesus mengajar di atas perahu. Popularitas
Yesus yang saat itu sedang meningkat membuat orang-orang berdesakan dan menimbulkan
kesulitan bagiNya untuk mengajar. Mungkin saat itu para pendengarNya
berusaha agar bisa mendapat posisi sedekat mungkin dengan Yesus sehingga mereka saling dorong untuk bisa mendapatkan posisi yang terbaik.
Yesus tampak harus memikirkan cara yang tepat agar bisa
mengajar dengan suasana yang tertib. Ini juga tentunya mengingatkan kita pada
kejadian lain dimana Yesus meminta orang-orang duduk berkelompok sebelum
membagi-bagikan roti yang telah Ia lipatgandakan. Ia ingin pelayanan yang Ia
lakukan berjalan dengan baik. Yesus tidak ingin orang menjadi celaka
(terinjak-injak, tergencet, terjatuh, dan lain-lain) saat mendengarkan
FirmanNya
Yesus memikirkan jemaat yang Ia layani. Bagaimana caranya
agar semua orang bisa terlayani dengan baik, dengan teratur, tanpa ada yang
celaka?
Ia berusaha mendapatkan win-win solution atau solusi yang
baik untuk semuanya. Ia tidak menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan
Firman, tetapi ia berpikir untuk tetap menyampaikan Firman bagaimanapun
caranya.
Ia melihat dua perahu
di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. Ia
naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia
supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan
mengajar orang banyak dari atas perahu.
Lukas 5 : 2-3
Pada bagian berikutnya, Yesus melihat dua perahu yang ada di
pantai lalu menaiki salah satunya, yaitu perahu Simon. Perahu yang sebelumnya
digunakan oleh Simon untuk mencari ikan. Sebuah perahu nelayan. Inilah yang
dijadikan “panggung” oleh Yesus.
Ini bagian yang menarik untuk dicermati.
Yesus melayani dengan fasilitas yang apa adanya. Apa yang
disediakan bagiNya ya Dia gunakan itu. Meski sebenarnya bisa saja Yesus
melakukan pengajaran dengan lebih spektakuler, misalnya terbang di atas awan
dan berkotbah. Atau berdiri di atas air pun akan terlihat keren. Yesus pun bisa
meminta malaikat-malaikat mengangkatNya di atas kerumunan, untuk menunjukkan
kemuliaanNya dalam pelayanan.
Yesus bisa memilih “panggung” yang spektakuler, tetapi yang
Ia pilih adalah perahu nelayan.
Dan sebagai catatan,
bukan perahu nelayan yang berhasil, tetapi perahu nelayan yang gagal. Bila Anda
baca dengan lebih teliti, dikatakan bahwa sebelum Petrus dan teman-temannya
kembali ke daratan, mereka telah berusaha mencari ikan tetapi tidak mendapatkan
hasil yang bagus.
Pilihan yang dibuat Yesus terasa cukup aneh.
Panggung adalah tempat untuk berkarya, untuk dilihat, untuk
menjadi sorotan. Yesus memilih panggung yang sederhana, perahu milik nelayan
yang gagal memperoleh ikan.
Di masa kini, ada istilah yang umum bahwa yang dipakai Tuhan
adalah yang berhasil. Atau yang layak untuk Tuhan adalah yang terbaik. Padahal
kenyataannya bukankah jumlah orang yang gagal lebih banyak daripada yang sukses
? Bukankah yang rusak atau berdosa lebih banyak daripada yang “kelihatan baik”?
Sebelum kenaikanNya, Yesus mengutus semua muridNya untuk
memuridkan. Mereka akan menjadi “panggung” dimana orang bisa melihat Yesus dan
ajaranNya.
Yesus tidak mengatakan “Petrus, kamu sudah menyangkal, maka
kamu tidak bisa memberitakan Injil” atau kepada Thomas “Kamu pernah
menyangsikan Aku, kamu tidak boleh melakukan pekerjaanKu”.
Kalau mau lebih kritis bukankah ke sebelas murid bisa
dianggap “gagal” karena tidak ada satupun yang berani menyertai Yesus di jalan
salib?
Sama seperti kita semua pernah “gagal” dan berdosa dalam
mengikuti Yesus. Kita pernah tidak percaya, kita pernah ragu, bahkan lebih
parahnya kita pernah dengan sengaja berbuat dosa.Bila diukur melalui standar
keberhasilan, kita pada dasarnya tidak layak melakukan pelayanan yang
dipercayakanNya.
Akan tetapi di tengah keburukan kita, Ia tetap memilih kita
sebagai “panggung” untuk menghadirkan cinta kasih dan ajaranNya. Ia tetap
bersedia berdiri di dalam hati kita, untuk menyertai kita di dalam pelayanan
dan keseharian yang kita lakukan. Ia tidak hanya berdiri bersama orang-orang
yang berhasil, Ia berdiri juga bersama orang-orang yang gagal dan terus membuka
kesempatan bagi kita untuk menghadirkan wajahNya.
Yesus mengajar di atas sebuah perahu.
Petrus dengan keluguannya meminjamkan perahunya untuk digunakan
oleh Yesus.
Apakah kita mau memberikan hati kita dan hidup kita bagi
Nya?
Yesus ingin pelayanan yang berjalan baik yang terlihat dari
hidup kita masing-masing. Tanpa memusingkan apakah perahu itu bagus atau jelek.
Bisa jadi seperti perahu yang dipinjamkan Petrus, kita bukan
orang yang berhasil dalam studi, pekerjaan atau hal lain dalam kehidupan kita.
Tetapi kalau Yesus mau memilih kita, apakah kita mau memberikan hidup kita
untuk pelayananNya? Kalau Yesus ingin berdiri dan dikenal melalui keseharian
kita apakah kita mau mengijinkanNya?
Ketika Yesus ada di atas perahu, orang-orang tidak fokus
pada perahu nelayan. Mereka fokus dan melihat Yesus yang ada di atasnya. Saat
kita mengijinkan dan menerima Yesus berkarya dalam hidup kita, kita pun akan
mengalami perubahan yang lebih baik. Orang lain di sekitar kita dapat melihat
kemuliaan Tuhan dalam keseharian yang kita lakukan. Ini adalah suatu hal yang
indah, yang hanya bisa terjadi bila kita membuka hati kita untuk Yesus. Bila
kita mau percaya bahwa Ia bisa memakai hidup kita.
Yesus mengajar di atas perahu, berarti Ia menguasai perahu
itu sepenuhNya.
Tetapi, sebenarnya Ia tidak seorang diri di atas perahu.
Simon tetap ada bersama dengaNya. Kalimat Simon diminta menolakkan perahu agak
menjauh dari pinggir danau, diterjemahkan dengan artian Simon diminta mendayung
perahu tersebut agar menjauh. Dan bisa diperkirakan Simon juga yang akan
mendayung perahu itu untuk mengembalikan Yesus ke daratan.
Simon Petrus taat menyediakan perahunya dan mengikuti Yesus.
Meskipun sebenarnya Simon yang memegang dayung untuk mengendalikan perahu.
Yesus memberikan kehendak bebas bagi kita seperti Ia
mempercayakan perahu untuk didayung oleh Simon. Apakah kita mau menaruh
kehendak bebas kita di bawah kehendak Tuhan?
Sulit untuk mempersilahkan Yesus berkarya dalam hidup kita,
bila kita sebagai pengendali perahu mendayung kesana kemari secara kacau dan
tidak mengikuti perintahNya.
Bila memang kita sudah bersedia untuk menyerahkan hidup kita
untuk Yesus berkarya, kita juga mau rendah hati menggerakkan atau mendayung
hidup kita sesuai dengan kehendakNya.
Dengan kerendahan hati, hidup kita yang tidak sempurna akan
Ia gunakan untuk menampakkan diriNya kepada orang-orang lain yang membutuhkan.
Kepada mereka yang tidak mengenalNya, kepada mereka yang dalam kesulitan dan
terutama kepada kita sendiri yang telah dipilihNya. Karena pada akhirnya, Simon
Petrus tidak hanya meminjamkan perahunya, tetapi ia memberikan dirinya untuk
dipakai dalam karya Tuhan.
Bila saat ini dalam hidup Anda ada keinginan dan kerinduan
untuk membuka diri untuk melayaniNya dalam pelayanan di gereja maupun dalam
kehidupan sehari-hari, percayakanlah diri Anda kepada Yesus.
Mungkin Anda ragu-ragu, apakah bisa berubah atau tidak?
Apakah bisa bertobat atau tidak? Apakah layak atau tidak?
Percayalah Yesus mau mengampuni dan tidak memusingkan
mengenai siapa Anda. Ia tidak memperhitungkan perahu yang jelek atau yang
bagus. Yang Ia lihat adalah keinginan dan kerendahan hati kita untuk mau
dipakai olehNya.
Kiranya Tuhan Yesus memberkati dan memberi hikmat kepada
para pembaca sekalian.
*Bila ada Anda membutuhkan tempat untuk sharing dan dukungan doa, kami bersedia mendengarkan pergumulan Anda dan mendukung dalam doa. Klik disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar