Ungkapan Ndeso yang belakangan ini menjadi pembahasan di media
sosial pada mulanya merupakan kata yang sebenarnya biasa saja. Pelawak Tukul
menjadikan kata Ndeso sebagai tambahan dari materi candaan yang ia sampaikan
dalam acaranya. Sejauh digunakan oleh Tukul, istilah Ndeso kelihatan memberikan
hiburan tersendiri bagi para penonton. Tidak ada yang merasa tersinggung dengan
candaan Tukul.
“Ndeso” kembali menjadi populer saat digunakan oleh Kaesang
dalam video blog yang ia buat. Sebagian menganggapnya sebagai candaan saja seperti
yang dilakukan oleh Tukul dan membenarkan kritik yang disampaikan oleh Kaesang.
Tetapi ada juga yang tersinggung dan menganggap Ndeso sebagai konotasi yang
negatif.
“Ndeso” pada dasarnya merupakan bentuk padanan kata dari
Desa. Karena bahasa Jawa banyak mengganti lafal “a” menjadi “o” seperti pada
kata “Jawa” sering dikatakan “Jowo” ketika berdialog, jadilah desa bergeser
menjadi “Deso”. Ditambah dengan lafal medog khas Jawa, “Deso”, dilafalkan
menjadi “Ndeso”, seperti kata “tidak” menjadi “ndak”.
Apakah “Ndeso” dianggap negatif atau positif, itu kembali
kepada konteks dan maksud pengucapan kata tersebut.
Di dalam Alkitab, Yesus beberapa kali dianggap “Ndeso”,
karena ia lahir di kota kecil dan memulai pelayanannya di Galilea, dimana
Galilea saat itu bukanlah kota yang menjadi primadona. Beda dengan Yerusalem
atau Roma. Silahkan dicek betapa Paulus disegani ketika ia mengatakan bahwa ia
adalah warga Roma atau orang Rum, Kisah Para Rasul 16 :37-39, Kisah Para Rasul
22 : 25-29, Kisah Para Rasul 23 : 23 -27.
Kembali lagi kepada Yesus.
Natanael, salah satu pengikut pertamanya sempat menyangsikan
Yesus dengan mengatakan “mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”
(Yohanes 1 : 46)
Begitu juga Yesus dianggap rendah karena asal usulnya
sebagai anak tukang kayu. Ia tidak dianggap kompeten sebagai pengajar atau
bahkan Juruselamat.
“Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus,
Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada
bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.” (Markus 6 :3)
Ke “Ndeso” an Yesus makin tampak saat Ia bergaul dengan
orang berdosa dan beberapa kali dengan sengaja berkarya pada hari Sabat. Oleh
orang Farisi dan Saduki, Yesus dianggap tidak berbudaya, tidak tahu aturan. Dari sisi public
relation dan marketing, Yesus
tidak berusaha mendekati sosialita atau politikus yang berpengaruh, sebaliknya
Ia nyaman duduk-duduk dengan orang-orang yang disingkirkan.
Demikian juga dari segi keuangan, kelihatannya Yesus tidak
terlalu mempunyai banyak modal. Saat akan masuk Yerusalem, Ia meminta muridNya
untuk meminjam keledai. Begitu juga saat diharuskan membayar pajak, Ia
kelihatannya tidak punya banyak uang, sehingga harus meminta muridNya menangkap
ikan (yang kemudian pada ikan tersebut ditemukan uang di dalamnya).
Predikat “Ndeso” tampak tidak menjadi masalah yang berarti
untuk Yesus.
Natanael yang meragukanNya justru tidak dimarahi atau
ditegur, sebaliknya Ia memuji Natanael sebagai seorang Israel sejati. Yesus
menganggap kata-kata Natanael sebagai candaan saja. Yesus pada saat itu dan juga
saat ini ingin menunjukkan kepada kita bahwa Ia adalah pribadi yang dekat. Ia
bukan pribadi yang jauh yang minta disembah-sembah dengan kata-kata yang indah.
Kedekatan Yesus dengan murid-muridNya membuat mereka tidak
segan saat mengungkapkan ketidaksukaan mereka seperti yang dikatakan oleh
Thomas “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia” (Yohanes 11
: 16). Thomas keberatan dengan keinginan Yesus untuk kembali ke Yudea dan ia
mengatakannya dengan terus terang. Disini kembali kita lihat seperti tidak ada
jarak antara Yesus dan murid-muridNya.
Yesus pun saat ini menjadi pribadi yang dekat dengan kita.
Ia mempersilahkan kita datang untuk berkeluh kesah, bahkan marah kepadaNya
kapan saja dan dimana saja. Yesus tidak memberi batasan atau membuat ritual-ritual
tertentu agar kita bisa berbicara kepadaNya.
Terhadap orang berdosa, Yesus menunjukkan kesediaanNya
merangkul mereka.
Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang
berdosa, supaya mereka bertobat (Lukas 5:32)
Kata-kataNya ini masih berlaku sampai sekarang.
Ke “Ndeso an Yesus kelihatan sudah dinubuatkan sejak
Perjanjian Lama. Dengan sengaja Ia merencanakan untuk datang dari tempat yang
kecil, bahkan yang terkecil, untuk menjadi Juruselamat bagi manusia.
Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di
antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan
memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.
(Mikha 5 : 2)
Yesus yang Ndeso merupakan Yesus yang tidak mengambil jarak.
Bila Ia tidak dilahirkan di kota kecil (Ndeso) dan hanya bergaul dengan
orang-orang top, maka kita yang berdosa akan segan untuk mendekatiNya. Yesus
menjadi Ndeso dan tidak keberatan dengan hal itu. Karena Ia ingin dekat dan
hadir dalam kehidupan kita.
Apa yang Yesus sudah tunjukkan dapat menjadi tuntunan juga
bagi kita untuk mau terbuka bagi sesama, tidak hanya mengincar posisi elit atau
menjadi sosialita tetapi mau bergerak membantu yang membutuhkan. Selain di saat
bersamaan juga menjadi rendah hati dan tidak memusingkan kata-kata yang
dilontarkan kepada kita entah itu “Ndeso” atau kata-kata lainnya.
Karena kita tahu, bahwa Yesus tidak hanya mengajar dengan
kata-kata, yang terpenting adalah tindakan. Ia sudah membuktikannnya melalui
pengorbananNya di kayu salib. Kita yang percaya kepadaNya akan turut berkarya
bersama Yesus dan tetap berjalan dalam iman kepadaNya.
Tuhan memberkati.
*Ingin mengembangkan Online Ministry?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar