Sabtu, 08 Juli 2017

Yesus Wong Ndeso




Ungkapan Ndeso yang belakangan ini menjadi pembahasan di media sosial pada mulanya merupakan kata yang sebenarnya biasa saja. Pelawak Tukul menjadikan kata Ndeso sebagai tambahan dari materi candaan yang ia sampaikan dalam acaranya. Sejauh digunakan oleh Tukul, istilah Ndeso kelihatan memberikan hiburan tersendiri bagi para penonton. Tidak ada yang merasa tersinggung dengan candaan Tukul.

“Ndeso” kembali menjadi populer saat digunakan oleh Kaesang dalam video blog yang ia buat. Sebagian menganggapnya sebagai candaan saja seperti yang dilakukan oleh Tukul dan membenarkan kritik yang disampaikan oleh Kaesang. Tetapi ada juga yang tersinggung dan menganggap Ndeso sebagai konotasi yang negatif.

“Ndeso” pada dasarnya merupakan bentuk padanan kata dari Desa. Karena bahasa Jawa banyak mengganti lafal “a” menjadi “o” seperti pada kata “Jawa” sering dikatakan “Jowo” ketika berdialog, jadilah desa bergeser menjadi “Deso”. Ditambah dengan lafal medog khas Jawa, “Deso”, dilafalkan menjadi “Ndeso”, seperti kata “tidak” menjadi “ndak”.

Apakah “Ndeso” dianggap negatif atau positif, itu kembali kepada konteks dan maksud pengucapan kata tersebut.

Di dalam Alkitab, Yesus beberapa kali dianggap “Ndeso”, karena ia lahir di kota kecil dan memulai pelayanannya di Galilea, dimana Galilea saat itu bukanlah kota yang menjadi primadona. Beda dengan Yerusalem atau Roma. Silahkan dicek betapa Paulus disegani ketika ia mengatakan bahwa ia adalah warga Roma atau orang Rum, Kisah Para Rasul 16 :37-39, Kisah Para Rasul 22 : 25-29, Kisah Para Rasul 23 : 23 -27.

Kembali lagi kepada Yesus.

Natanael, salah satu pengikut pertamanya sempat menyangsikan Yesus dengan mengatakan “mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yohanes 1 : 46)
 Natanael menganggap Nazaret bukan kota yang penting, Ndeso, bukan tempat maju yang akan memunculkan orang yang disebut Mesias.

Begitu juga Yesus dianggap rendah karena asal usulnya sebagai anak tukang kayu. Ia tidak dianggap kompeten sebagai pengajar atau bahkan Juruselamat.

“Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.” (Markus 6 :3)

Ke “Ndeso” an Yesus makin tampak saat Ia bergaul dengan orang berdosa dan beberapa kali dengan sengaja berkarya pada hari Sabat. Oleh orang Farisi dan Saduki, Yesus dianggap tidak berbudaya, tidak tahu aturan.  Dari sisi public relation dan marketing, Yesus tidak berusaha mendekati sosialita atau politikus yang berpengaruh, sebaliknya Ia nyaman duduk-duduk dengan orang-orang yang disingkirkan.

Demikian juga dari segi keuangan, kelihatannya Yesus tidak terlalu mempunyai banyak modal. Saat akan masuk Yerusalem, Ia meminta muridNya untuk meminjam keledai. Begitu juga saat diharuskan membayar pajak, Ia kelihatannya tidak punya banyak uang, sehingga harus meminta muridNya menangkap ikan (yang kemudian pada ikan tersebut ditemukan uang di dalamnya).

Predikat “Ndeso” tampak tidak menjadi masalah yang berarti untuk Yesus.

Natanael yang meragukanNya justru tidak dimarahi atau ditegur, sebaliknya Ia memuji Natanael sebagai seorang Israel sejati. Yesus menganggap kata-kata Natanael sebagai candaan saja. Yesus pada saat itu dan juga saat ini ingin menunjukkan kepada kita bahwa Ia adalah pribadi yang dekat. Ia bukan pribadi yang jauh yang minta disembah-sembah dengan kata-kata yang indah.

Kedekatan Yesus dengan murid-muridNya membuat mereka tidak segan saat mengungkapkan ketidaksukaan mereka seperti yang dikatakan oleh Thomas “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia” (Yohanes 11 : 16). Thomas keberatan dengan keinginan Yesus untuk kembali ke Yudea dan ia mengatakannya dengan terus terang. Disini kembali kita lihat seperti tidak ada jarak antara Yesus dan murid-muridNya.

Yesus pun saat ini menjadi pribadi yang dekat dengan kita. Ia mempersilahkan kita datang untuk berkeluh kesah, bahkan marah kepadaNya kapan saja dan dimana saja. Yesus tidak memberi batasan atau membuat ritual-ritual tertentu agar kita bisa berbicara kepadaNya.

Terhadap orang berdosa, Yesus menunjukkan kesediaanNya merangkul mereka.

Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat (Lukas 5:32)

Kata-kataNya ini masih berlaku sampai sekarang.

Ke “Ndeso an Yesus kelihatan sudah dinubuatkan sejak Perjanjian Lama. Dengan sengaja Ia merencanakan untuk datang dari tempat yang kecil, bahkan yang terkecil, untuk menjadi Juruselamat bagi manusia.

Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. (Mikha 5 : 2)

Yesus yang Ndeso merupakan Yesus yang tidak mengambil jarak. Bila Ia tidak dilahirkan di kota kecil (Ndeso) dan hanya bergaul dengan orang-orang top, maka kita yang berdosa akan segan untuk mendekatiNya. Yesus menjadi Ndeso dan tidak keberatan dengan hal itu. Karena Ia ingin dekat dan hadir dalam kehidupan kita.

Apa yang Yesus sudah tunjukkan dapat menjadi tuntunan juga bagi kita untuk mau terbuka bagi sesama, tidak hanya mengincar posisi elit atau menjadi sosialita tetapi mau bergerak membantu yang membutuhkan. Selain di saat bersamaan juga menjadi rendah hati dan tidak memusingkan kata-kata yang dilontarkan kepada kita entah itu “Ndeso” atau kata-kata lainnya.

Karena kita tahu, bahwa Yesus tidak hanya mengajar dengan kata-kata, yang terpenting adalah tindakan. Ia sudah membuktikannnya melalui pengorbananNya di kayu salib. Kita yang percaya kepadaNya akan turut berkarya bersama Yesus dan tetap berjalan dalam iman kepadaNya.

Tuhan memberkati.

*Ingin mengembangkan Online Ministry?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar