Senin, 25 September 2017

Jangan Pergi


Menurut apa yang saya baca melalui media internet, bunuh diri terjadi karena beban hidup atau masalah yang dirasakan oleh seseorang dianggap melebihi kapasitas orang tersebut untuk menanganinya. Terlepas dari faktanya bahwa sebenarnya harapan dan jalan keluar masih ada, untuk orang yang melakukan bunuh diri, saat itu yang bersangkutan merasa bahwa ia sudah berada pada batas kekuatannya.

Bunuh diri seringkali merupakan aksi yang sudah direncanakan, alias tidak spontan terjadi begitu saja. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri biasanya sudah berpikir akan kemungkinan ia melakukan aksi bunuh diri. Dimana rencana aksi bunuh diri ini merupakan salah satu pertimbangan untuk menyelesaikan segala masalah yang dihadapi atau rasa sakit yang diderita, baik "sakit" yang dirasakan secara fisik maupun psikologis.

Ide untuk melakukan bunuh diri merupakan hasil dari daya pikir yang dianugerahkan kepada manusia. Dengan daya pikir yang dimiliki, manusia bisa menciptakan berbagai ide, baik ide yang baik maupun ide yang buruk. Manusia bisa berpikir untuk menciptakan teknologi yang bisa membantu masyarakat, namun di sisi lain manusia bisa juga menggunakan daya pikirnya untuk merencanakan suatu kejahatan. Begitu juga manusia bisa berupaya berpikir untuk mendapat solusi yang sehat dalam menyelesaikan masalah, tetapi ia juga bisa terpikir untuk bunuh diri.


Dapat dikatakan pilihan untuk bunuh diri juga merupakan bagian dari kehendak bebas yang dimiliki oleh manusia. Di Alkitab, Raja Saul sebagai salah satu orang yang diurapi oleh Tuhan (bahkan Daud tidak berani mencabut nyawanya) mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Keputusan yang dilakukan Saul merupakan hasil dari pemikirannya, bagian dari kehendak bebasnya. Di tengah peperangan yang menyulitkannya, Saul tidak ingin tertangkap dan dipermalukan, ia memilih untuk melakukan bunuh diri.

Yudas, salah satu murid Yesus, yang tentunya juga pernah menjadi satu dari duabelas orang yang dipercaya Yesus juga melakukan bunuh diri. Merasa bersalah karena menjadi bagian dari rencana penangkapan Yesus, Yudas memilih untuk mencabut nyawanya sendiri. Yudas pernah melihat secara nyata karya Yesus, ia pun mendengar ajaranNya, mengetahui kasihNya. Tetapi Yudas tidak merasa dirinya dapat diampuni. Bunuh diri dianggapnya sebagai balasan yang setimpal untuk rasa bersalahnya.

Terlepas dari bagaimana tingkah Saul dan Yudas semasa hidupnya, ketika melakukan bunuh diri mereka menganggap itu yang terbaik yang dapat dilakukan. Bunuh diri menjadi kemungkinan satu-satunya yang dapat dilakukan. Jalan yang memang hanya itu saja.

Bila Anda saat ini sedang berada dalam kesulitan dan pernah terpikir untuk melakukan bunuh diri, mari pertimbangkan lagi, apakah memang itu jalan satu-satunya? Apakah tidak ada kemungkinan yang lain?

Bisa saja kita menjawab tidak. Kita merasa sudah ditinggalkan oleh Tuhan. Pekerjaan berantakkan, keluarga berantakkan, keuangan tidak jelas. Kalaupun hidup dilanjutkan, hanya kesulitan dan kesedihan yang harus dilalui. Hanya ada rasa sakit hati, putus asa, sedih, marah, dan lain-lain. Bagaimana mungkin terus melewati hidup yang seperti ini?

Keinginan untuk bunuh diri yang tadinya hanya ide mulai berubah menjadi dorongan di dalam diri untuk benar-benar melakukannya.

Tetapi kalau memang kematian adalah jalan keluar satu-satunya, saya masih menyaksikan adanya orang-orang dengan penyakit terminal (yang tidak ada obatnya) tetap berusaha bertahan hidup dan berbagi motivasi dengan orang-orang lainnya. Mereka tidak memilih untuk mati, tetapi tetap hidup dan menjadi berkat bagi yang lain.

Kalau memang mati lebih baik, saya juga berjumpa dan berinteraksi dengan keluarga-keluarga yang mempunyai anak berkebutuhan khusus dengan kondisi keterlambatan yang berat, Memang mereka dihimpit dengan situasi yang sulit, masa depan yang tidak menentu, tetapi mereka memilih untuk hidup, untuk terus berjuang meskipun ada ketidakjelasan yang nyata.

Ada juga saya bertemu korban-korban pelecehan yang tidak pernah mendapat keadilan, tetapi mereka berupaya hidup dengan lembaran yang baru. Hantu trauma memang masih ada, tetapi mereka menghadapinya dengan berani. Mudah untuk membuka pintu kematian, namun mereka memilih untuk menutupnya.

Benarkah mati lebih baik?
Kalau mati lebih baik mengapa ada kelahiran?
Kalau mati lebih baik mengapa ada nafas?
Kalau mati lebih baik mengapa ada waktu?
Setelah sekian lama berlalu mengapa masih memilih untuk hidup?

Sejauh kita bernafas, meski disertai ide-ide untuk bunuh diri atau bahkan dorongan untuk bunuh diri, tetap ada sebagian kecil di dalam hati kita yang menginginkan untuk hidup. Suatu harapan misterius yang mendorong kita untuk terus berjalan. Mungkin kita tidak tahu apa alasan di balik harapan itu.

Sama seperti kita tidak tahu
mengapa warna bunga berbeda-beda?
mengapa tetes hujan terkadang terasa lembut?
mengapa petikan gitar dan denting piano meski berbeda bisa membuat alunan yang sama?
mungkin ada misteri indah yang kita tidak tahu.

Mungkin ada senyum seorang anak yang menanti kita di waktu mendatang.
Mungkin ada genggaman hangat dari seseorang yang saat ini belum kita kenal.
Mungkin ada peranan yang nanti akan kita mainkan untuk menjadi cahaya bagi orang lain.
Mungkin besok di lembaran baru di hidupmu, ada warna dan goresan indah.

Mungkin memang hidup lebih baik daripada kematian sebelum waktunya.


-----------
Baca Juga :

5 Cara Menghadapi Depresi yang Bisa Kamu Lakukan Sendiri 

Bila Anda membutuhkan dukungan doa dalam menghadapi masalah Anda, Anda dapat mengirimkan email ke : admin@kristusyesus.com
Kami akan mendukung dalam doa dan menanggapi keluh kesah Anda dengan kapasitas yang kami miliki. Apapun yang Anda ceritakan, kerahasiaannya terjamin.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar