Sebuah pengalaman kurang menyenangkan terjadi ketika saya
bermain panggung boneka beberapa minggu lalu. Saat itu, setelah bermain
panggung boneka di kelas yang saya ajar, saya kemudian menuju ke kelas lain
untuk sekali lagi bercerita dengan menggunakan panggung boneka. Di kelas
tersebut saya berpasangan untuk bermain panggung boneka dengan seorang rekan
yang baru satu kali latihan bersama dengan saya.
Saya sangat memahami bahwa bersama rekan baru pasti tidak
bisa sekompak ketika bermain dengan rekan yang sudah sering latihan bersama.
Tapi ya sudahlah, waktu itu saya tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut,
karena rekan baru saya ini juga sudah lumayan hafal naskah panggung boneka yang
telah disusun. Jadilah kami bermain panggung boneka bersama. Awalnya permainan
berjalan dengan cukup baik, sampai entah bagaimana panggung boneka yang sudah
dipasang tergeser agak jauh ke depan.
Wah! Dengan bergesernya panggung, saya harus terus
menyesuaikan pergerakan boneka yang saya mainkan. Panggung itu bukan hanya
bergeser, lebih parahnya lagi, posisi panggung menjadi agak miring dan hampir
roboh. Saya berusaha memberitahu rekan saya, tetapi rekan saya ini tidak
menyadari masalah yang terjadi dan tetap pada permainannya. Sementara sulit
bagi saya untuk memperbaiki posisi panggung hanya dengan satu tangan saja
(karena tangan yang satu lagi digunakan untuk bermain boneka).
Permainan boneka jadi benar-benar melelahkan dan sedikit
membuat kesal, karena apa yang terjadi benar-benar di luar dugaan saya. Fokus
saya jadi tidak hanya ke boneka yang saya mainkan, tetapi juga menjaga agar
panggung tidak roboh, dan terus berusaha memberitahu rekan saya untuk membantu.
Dimana sampai akhir permainan ia tidak menyadari hal tersebut. Syukurnya
meskipun harus agak bergerak sedikit akrobatik untuk menjaga panggung dan
boneka, akhirnya permainan panggung boneka bisa terselesaikan dengan baik.
Kekesalan saya sempat tertumpah kepada
rekan main saya setelah kami keluar dari kelas untuk membereskan panggung
boneka. Reaksi rekan saya ternyata cukup mengejutkan, rupanya dia tahu
bahwa panggung boneka agak bergeser, tetapi karena merasa permainan kami
tetap berjalan dengan baik, dia memutuskan untuk tidak terlalu memusingkan
posisi panggung boneka. Kalau
dipikir-pikir alasannya masuk akal, dan mungkin bisa dimaklumi karena dari
posisi rekan saya, mungkin dia tidak terlalu melihat posisi panggung yang bisa
roboh sewaktu-waktu karena sudut pandangnya tertutup oleh tubuh saya.
Untuk permainan panggung boneka yang hanya kurang dari
sepuluh menit saja ternyata bisa ada kejadian-kejadian yang tak terduga,
perbedaan prioritas, sampai perbedaan perasaan.
Saya rasa hal ini berlaku juga dalam konteks menjalin
hubungan dengan orang lain....
(dalam minggu ini masuk beberapa email ke inbox
kristusyesus.com menanyakan mengenai jodoh)
Ketika menjalin hubungan dengan orang lain, entah pertemanan
atau percintaan, kita harus siap dengan perubahan dan ke “mendadak” an.
Mendadak terjadi ini dan itu yang membuat kita tidak nyaman. Seperti panggung
boneka yang ternyata bisa tergeser dan hampir roboh, begitu juga hubungan bisa
bergeser kesana kemari. Dari teman menjadi lawan. Dari pacar menjadi mantan.
Atau dari yang tadinya cinta mati jadi patah hati. Semua bisa terjadi.
Belum lagi bisa terjadi perbedaan prioritas. Saya berusaha
mempertahankan panggung boneka, sementara teman saya biasa saja. Dalam hubungan
juga sering seperti itu kan? Apa yang kita anggap penting untuk orang lain
tidaklah penting. Hal-hal seperti ini bisa berujung pada memburuknya hubungan,
karena tidak ada kesepahaman. Ada yang menganggap budaya daerah itu penting,
ada juga yang maunya biasa saja tidak perlu terlalu ikut aturan adat. Atau ada
yang memang serius ingin mempertahankan hubungan, tetapi ada yang merasa cuek
saja, mau jalan boleh, mau berhenti juga ok.
Yang terakhir yang menurut saya lumayan dahsyat efeknya
adalah soal perasaan. Karena perasaan itu sifatnya sangat subjektif dan masuk
ke ranah “hati”. Kalau soal kejadian tidak menyenangkan bisa dibilang yah....”apes”,
sedangkan prioritas itu lebih ke arah “otak”. Perasaan sekali lagi lebih ke “hati”,
dan yang namanya hati itu sulit untuk diarahkan, karena hati lebih merasa bukan
berpikir. Ketika kita merasa patah hati, sama seperti saya kesal dengan
panggung boneka yang bergeser, bisa saja pihak yang satu lagi merasa senang
atau bahagia karena tidak diikat dengan hubungan yang tidak ia inginkan.
Karenanya kalau tidak ada perasaan cinta yang sama, akan
sulit hubungan untuk dibentuk. Musibah dan perbedaan prioritas mungkin bisa
terjadi, tetapi selama perasaan cintanya saja, hubungan bisa dilanjutkan.
Sebaliknya bila “cinta” dari dua pihak tidak ada, meskipun tidak ada musibah,
prioritas sama, hubungan tetap tidak bisa terbentuk dengan baik.
Ditarik ke dalam Firman Tuhan, “hati” ini benar-benar
penting alias signifikan.
“Apakah engkau mengasihi Aku?”
Yesus bertanya kepada Petrus apakah hati Petrus benar-benar
tertuju pada Nya?
Yesus bertanya sampai tiga kali.
Begitu juga dalam ayat yang seringkali disebut ayat “emas”
yaitu Yohanes 3 : 16, terdapat kata-kata
karena begitu besar “Kasih” Allah akan dunia ini.............
Saat kita memberikan “cinta” atas “cintaNya” kepada kita,
maka hubungan kita dengan Nya pun akan berjalan baik. Karena Ia sudah mencintai kita
terlebih dahulu, tinggal bagaimana kita memberi respon. Karena Ia tidak akan
menolak cinta kita.
Bila saat ini belum menemukan “cinta” yang tepat dari
seorang manusia, atau belum ada perasaan yang sama, ingatlah bahwa ada cintaNya
untuk kita.
Ia mencintaimu, dan mungkin itu sudah cukup.
--------------------------------------------------------------------------
Baca juga tulisan menarik lainnya mengenai Panggung Boneka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar