Rabu, 25 Desember 2019

Natal Tahun Lalu



Satu tahun yang lalu masa Natal saya lewati dengan penuh kepahitan dan kebingungan. Sebabnya di bulan Desember 2018 saya baru kehilangan pekerjaan. Saya kehilangan pekerjaan tersebut karena kondisi kesehatan mental saya yang terus menurun, sehingga mau tidak mau saya memilih untuk mengundurkan diri. 

Pekerjaan tersebut baru saya jalani selama beberapa bulan dimana demi pekerjaan ini saya telah berhenti dari pekerjaan yang saya lakukan sebelumnya.

Terbayang saya akan menjadi pengangguran di tahun 2019, sekaligus menjadi seorang yang mengalami “sakit mental”. Yang sudah pasti ada adalah rasa malu yang besar. Tidak bisa menjelaskan ke teman atau orang-orang terdekat mengenai kondisi yang saya alami. Selain itu uang tabungan untuk membantu penghidupan keluarga juga entah bisa bertahan sampai kapan.

Butuh proses kerendahan hati dan penerimaan diri untuk menjalani kehidupan di awal-awal tahun 2019. Menerima bahwa saya bukan hanya memulai dari nol tetapi memulai dari minus.

Sesi-sesi konseling dengan Psikolog saya jalani selama hampir setengah tahun (sampai Juni 2019), perlahan juga saya mulai mengambil beberapa pekerjaan yang tidak mengikat waktu. Termasuk seringkali saya menjalankan pekerjaan yang kalau dinilai dari uang bisa dibilang pas-pasan (untuk biaya transport dan makan).

Saya tidak tahu dimana titik baliknya. Beberapa pekerjaan baru yang saya tekuni ternyata berkembang dengan baik. Saya mendapatkan proyek-proyek dengan nilai yang cukup besar. Dalam beberapa kesempatan bahkan saya harus menolak proyek-proyek lain yang ditawarkan kepada saya karena keterbatasan waktu yang saya miliki.

Mungkin ada diantara teman-teman yang membaca tulisan ini sedang berada dalam kondisi yang mirip dengan yang saya alami tahun lalu, atau mungkin kondisi yang lebih parah lagi. Natal yang tidak terasa sukacitanya. Kebingungan di tengah-tengah berondongan ayat tentang pengharapan. Merasa asing di pusaran hiruk pikuk Natal.

Natal dengan kondisi Pencarian Harapan atau Natal dengan mengais sisa-sisa Kehidupan saya rasa bukanlah hal yang salah. Tuhan pun bisa memahami.

Di Alkitab diceritakan pencarian orang-orang Majus terhadap Raja yang baru dilahirkan. Bila dibaca dengan teliti, orang-orang Majus tidak berjumpa dengan Yesus saat KelahiranNya. Orang-orang Majus agak “terlambat” datang. Mereka tiba saat Yesus sudah bertumbuh menjadi seorang anak, bukan lagi bayi. Yusuf dan Maria sudah tinggal di sebuah rumah, bukan lagi sedang bermalam di kandang.

Orang-orang Majus melewatkan momen Natal karena mereka saat itu masih dalam Pencarian. Mungkin mereka masih harus menembus padang gurun yang panas, atau sedang menghadapi bahaya di dalam perjalanan. Bisa jadi mereka juga terpaksa berhenti beberapa saat karena kegelapan malam. Sementara ada sukacita di momen kelahiran Yesus, orang-orang Majus melewatkannya. Tidak bisa turut serta dalam sukacita Natal.

Kondisi saya di tahun kemarin dan mungkin kondisi teman-teman juga bisa jadi berada dalam titik Pencarian seperti yang dilakukan oleh orang-orang Majus. Mungkin Harapan itu akan ditemukan di bulan-bulan mendatang, tahun depan, atau beberapa tahun lagi. Menjadi sebuah proses perjalanan panjang yang akan berakhir ketika kita berjumpa denganNya. Tidak harus di masa Natal.
Tuhan memberkati.

Ditulis oleh : SM, Surabaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar